Habibie dan Reformasi: Dari Runtuhnya Orde Baru ke Era Demokrasi Baru

Naiknya B.J. Habibie sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998 menandai babak baru dalam sejarah bangsa. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri di tengah tekanan krisis multidimensi dan gelombang demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi total. Masa kepemimpinan Habibie yang singkat namun strategis menjadi jembatan penting antara akhir rezim Orde Baru yang otoriter dan lahirnya era reformasi yang lebih demokratis.

Habibie memulai masa jabatannya dalam suasana penuh kegelisahan. Indonesia saat itu berada di titik nadir krisis ekonomi, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah hancur, dan kebebasan sipil nyaris tidak ada. Namun dengan pendekatan yang lebih terbuka dan demokratis, Habibie segera https://thesilit.com/id/  mengambil langkah-langkah berani yang menjadi fondasi bagi arah baru bangsa. Salah satu gebrakan awalnya adalah menghapus berbagai pembatasan terhadap kebebasan pers, yang selama tiga dekade dikekang. Ia juga membebaskan tahanan politik dan membuka ruang bagi pendirian partai-partai baru, langkah yang sebelumnya nyaris mustahil dilakukan.

Dalam bidang ekonomi, Habibie berusaha keras untuk menstabilkan situasi. Ia memperbaiki regulasi perbankan, menata ulang hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan internasional, serta berupaya menumbuhkan kembali kepercayaan investor terhadap Indonesia. Di tengah segala keterbatasan, ia menunjukkan kemampuan sebagai teknokrat yang paham betul seluk-beluk ekonomi dan teknologi.

Langkah politik paling mengejutkan sekaligus bersejarah adalah keputusannya memberikan hak referendum bagi rakyat Timor Timur. Referendum ini kemudian menghasilkan keputusan untuk lepas dari Indonesia. Walau menuai kecaman di dalam negeri dan menjadi salah satu alasan ditolaknya laporan pertanggungjawabannya oleh MPR, keputusan itu mencerminkan arah baru yang mengedepankan demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Habibie juga menyiapkan pondasi pemilu demokratis yang akhirnya terlaksana pada tahun 1999. Ia tidak mencalonkan diri kembali, menandakan komitmennya terhadap transisi kekuasaan yang demokratis. Meskipun masa jabatannya hanya sekitar satu setengah tahun, peran Habibie dalam membuka keran reformasi sangat signifikan. Ia menjadi presiden pertama di era reformasi yang membuktikan bahwa perubahan tidak harus datang dari kekuatan yang keras, melainkan dari keberanian untuk mendengarkan rakyat dan memperjuangkan masa depan yang lebih terbuka.